Pasal 27 Ayat 2 Jo Pasal 45 Ayat 3 Uu 1 2024
Pasal pencemaran nama baik di dalam UU ITE banyak mengkriminalisasi ekspresi-ekspresi yang sah dan menjadi masalah pokok dari UU ITE. Permasalahan perumusan seperti delik pokok mengenai penghinaan yang diatur dengan berbagai jenis perbuatan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diambil dan diimplementasikan secara berantakan. Sehingga dalam beberapa kasus, kasus pidana penghinaan ringan yang seharusnya diancam dengan pidana yang relatif lebih rendah disamaratakan dengan tindak pidana yang ancaman pidananya lebih tinggi. Selain itu, tidak jelasnya unsur mentransmisikan (menyebarkan ke satu orang lain) gagal menafsirkan unsur “di muka umum” yang merupakan unsur utama dari ketentuan pencemaran nama baik di delik pokoknya di KUHP. Pasal pencemaran nama baik di dalam UU ITE menduduki Pasal yang paling banyak digunakan menurut hasil riset ICJR tahun 2021.
Kertas Kebijakan ini berisi masukkan atas usulan rumusan Matriks Draft RUU ITE yang ada. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dalam proses revisi kedua UU ITE dan memperbaikinya demi sejalan dengan perlindungan Hak Asasi Manusia dan prinsip hukum pidana.
%PDF-1.7 %µµµµ 1 0 obj <>/Metadata 428 0 R/ViewerPreferences 429 0 R>> endobj 2 0 obj <> endobj 3 0 obj <>/ExtGState<>/XObject<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/Annots[ 11 0 R 19 0 R] /MediaBox[ 0 0 595.32 841.92] /Contents 4 0 R/Group<>/Tabs/S/StructParents 0>> endobj 4 0 obj <> stream xœÅ=msÛ¸Ñß3“ÿÀ�bÇ¢ |»ëtš&¹^rw©['Ï3ÏÜõƒ,ɲbKrõ’Ô3ýñv A�xévzE‚ÜÅbw±o ._m÷ËÛÉtüñ�—¯öûÉôn>~½ü¸yüçåǧÇùåÕd±\OöËÍúòúp³‡[?Î'³ùöO þòæuð¯—/â(†ÿE΂8HË4JxP•<ØÎ_¾øß?ë—/þòñå‹ËXPo_¾€–qÀ‚"‹X!‚¼Ì¢¸>®d›¿^çÁb'?,ðW¡~ýõå‹_GAøÏàãû—/Þʯýýå‹ß �±(5¸(#^Ú `ï]8£u(F3ùß&Lñz&£]8æ£e8NFu7x¿ ‹ÑA^má6Ü‚Gð#ØÈWnƒ×ðµm˜Ó‹«Þû’ä,¹¯/Ëà‰ˆ'>xu üƒŸ_ÃlLÖ’ @S IjÓ¤¤‹µ¢7¾¸x’í‚ßFò'Ì{yñîÿüZ~ô·°÷¦¬ˆ’Â×ÁoeÆoÁ.69�b.Ŧ‘½á冥Ä+Ë/'²ýô×Ñÿlú…›±(M|}9[Íû˜gÏDÔ"ŽxꃕöKD…§_8€‚ã ^ôÝÅ2bÞñ{·Ûú¾$.¢Øç}_Ââ#}c=Ãú¯_Âäðy9ôÐÚœè¦R ßõZ$ÏŸi$…l}Œºq‚Ôå1ïnZD¥—[E¿°²$J=C9$eù‘.ö,$rFôuñ×ѸgXÝX†õÜE€çÕ9Ïi‹M3I›#Y9„ÀfQ™9-7¸·½ƒKy”¥>pçò–é{78i÷£kiÃÂ1ã£ïŽóQ.oˆp\žm=´1*R´Äž‹ EeÞáÍ¡‹þØáó€·X9‰eË|Væí¾&‰À©Î îê ýÜá\SíÜŸŸBõëó2Lèj Lü(Mâ\ÝËfx±’ü�‚«%:[òFÕ¯‚0Žõ øöV~f‰/®¤Sµ”ÿá³M8Τ7–Ñ…ôÆ;Ó£t�CÈY‘õ®HzAÍè¸8*ŸQŹ ]õ¯r’(fh(¸4b¹ZC¿ ©Ý$«‰sýáT\á£÷ Nê�ÔM)¸|TÂÅyV§KãÄ/qÄÐ¥–‘Òèô]åd3ÖÚ¬�Õæ0¡ì¤³œÀÍõY¼ÖÄ$á,Êr&çIb”|æõ~s�=Ü®'ä? Já»E~¾†&Ëx^kÊ)JÊ<„LNœrNüiòÎ×@¹‚HÇÌýîæa³xêµ’üYH) Ôo#è9pÑ{è4�þ=3ï×D!�Ë({žÞ¦LòhöL $�:!aÈR*Yþ§o ˜>u÷ï¼èh””AÑ÷¨�Ò¬ÝË$8dû¾jŠ³àsð"ṑ<`�K„Õoéø'YððòÅ5"*�wé)HÅŸä“6•4r„�¢ºD�÷íÖS(¦x·š,æR ÞlÝ™àòúq²†žüòúÝ› ¾üy²^£ùzüé:ü¶Y@,uΊ<‹Ø©Ñp!ņD*.ä¤ÚÂê•)Úx -³ÜI«ÿð৹¼ºY~žÜOЦ[“"OF?îèWhñÍ&ëÉyBÔÂ;‰)äÆû< D–ù€m&«@Rãj²£ŸH‘†]½’¤y‚Èä^MoRC�Äo!^½ßD8oõŠ³Ø¬”>ž#ˆZÃSÚO¿WTL‚H Ç~ñbE!�NZ=Ó€•‚j`Ÿ ‡Ÿh<äújqÎóÁZpéqÖ±·.™çJæ—³ñ»7ß.óÜÉ9Ô™}VI/X•·!Ëx1ìúáŽóéhµÂð'\Έ‰¥„QE•¼úǽ¸§ ºjòñü¹éé5*2ÔW‹%DaÌ®U(Gšßs¬´ºÀ|ñ WdÊ?OÀ0?ηaBoÓçöd‘fôÊ�]MtÄ«â–àrv ²†È�cO™�ÈðJ«iè›ñJüƒ/}`ȼ7õÕBe¤ó–è,Ù †áȹ?Ì–¦œy€î‡ÕEðÕÖÉv÷ðçð ör¯«XÍ?É�£/sø °Ír¯C}Éù¦g+øTfàúzL±ÃÏÐ=ìÅì3Þ1½=³8Á�T"±‘Ó�©wk@g&=ÕÕTQé¼ø¤‹R “º±èÀ¤Y¶Ò&1¸(M¼^Çm¶˜.T\TéQMê#”~:J””칿C?u{ºoyŠÁÑ7–c§œ}ä·¨é}×�üÅ0ägy ˜‡ü+ˆÞ%£;Ò¼+”ô+âŒý´2ÝX¢�ÈÈ�:>/µJ„Ã0ŧËÙé.–ÃŒB’$+}]ìâ%ôỤí ^æPð‘%qT|“H²>ü—ÔQ�¬…Ré#Kzž+ðZ``÷˜¿‘óYXBøù\îB‡q¥^tÎK]ºá0“{à�Wâ„'9Txá�—UpÃËÁLõÀ‹û‡'x”ûÀå€+ Žø|äL°�=cž@ö{”�ÌCÆG_– ç_¥Ð@aÕ0RÃ%¥¢€Ò5+ØóÑ�‹êÅž��¡X&N}ð’þá¥"^xЪ¢¼rzne²b.¢Ü;‚ý+ZXÁ¼ð´„~ YL³ÛNÎióÙw½ã‘p•>NêŸu“$…[ÏÆJ�¸f^Ý3@ÿ„€Ôس‰f’ÆN>z¦ITxwÑL¤ï’xG°Ñ„j÷Ü�DóÕt ¢9܃³,åƒI}c"ä¼Y>£š‰8"›ç¥¯ÜðJX/ñl¼+¨fáÙt�€šV¯5=ÀøÉi:{F늗¯õ>„.rš.½#Ø¿.€B€Ä¯‹cÌvŒãlböFª¥¿Ñ¢áDYõ]�MB–ÅX¨![U>Ý×ýq§]÷Kyëƒ
Catatan utama dari Pasal mengenai kesusilaan di dalam UU ITE adalah banyaknya korban kekerasan seksual di ruang siber yang justru diancam dipidana. Hal ini dimungkinkan karena perumus UU ITE gagal memperhatikan pengecualian-pengecualian yang bisa terjadi bagi korban kekerasan seksual, yang dilihat dari UU ITE hanyalah cara muatan ini berpindah tangan dan dilakukan di dalam ranah siber. Tidak ada definisi dari “Kesusilaan” dan jika merujuk ke dalam KUHP, perbuatan “melanggar kesusilaan” diatur di dalam berbagai Pasal yang tersebar di dalam buku 2 KUHP tentang kejahatan dan buku 3 KUHP tentang pelanggaran.
Kesusilaan di dalam KUHP juga bergantung erat terhadap nilai kesusilaan di tempat terjadinya perbuatan, suatu hal yang bertentangan dengan konsep internet yang lintas batas (cross-border). Pasal ini juga merupakan duplikasi dengan UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi yang mana di dalam UU tersebut hanya menjerat perbuatan jika muatan asusila disebarkan di muka umum atau digunakan untuk tujuan komersil, dengan demikian frasa “mentransmisikan” yang termasuk korespondensi pribadi seharusnya tidak dapat dipidana disini, terlebih jika tujuannya sebagai bukti kekerasan.
Kertas Kebijakan ini berisi masukkan atas usulan rumusan Matriks Draft RUU ITE yang ada. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dalam proses revisi kedua UU ITE dan memperbaikinya demi sejalan dengan perlindungan Hak Asasi Manusia dan prinsip hukum pidana.
PASAL 30 ayat 1 dan Pasal 27 ayat 3 dalam UUD 45 tampaknya ada kemiripan redaksi bahasa. Namun apakah pengertiannya sama atau berbeda? Berikut penjelasan rincinya.
UUD 1945 Pasal 30 ayat 1 disebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Berdasarkan lampiran di atas, dapat disimpulkan bahwa warga negara wajib ikut serta dalam mengupayakan usaha keamanan dan pertahanan negara.
Seperti yang disampaikan dalam UU tentang Pertahanan Negara, sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang sifatnya melibatkan seluruh warga, wilayah, dan sumber daya nasional yang ada. Pertahanan negara sama dengan melaksanakan kebijakan pertahanan negara. Salah satu komponen utama pertahanan negara ialah Tentara Nasional Indonesia yang selalu siap dengan tugas-tugas pertahanan.
Isi dari Pasal 27 ayat 3 menyebutkan setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Ayat tersebut menegaskan tentang keikutsertaan warga negara terhadap upaya pembelaan negara.
Dilansir laman resmi Kementerian Pertahanan, ayat di atas dapat dimaknai seperti berikut:
1. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk menentukan kebijakan kebijakan perwakilan yang diamanatkan dalam UUD 1945.
2. Setiap orang yang menjadi bagian dari warga negara harus melibatkan diri dalam setiap usaha pembelaan negara, sesuai dengan profesi dan kemampuannya masing-masing.
Perbedaan Pasal 30 ayat 1 dan Pasal 27 ayat 3
Perbedaan Pasal 30 ayat 1 dan Pasal 27 ayat 3 yang mendasar ialah objek dari hak dan kewajiban dari kedua pasal. Pada Pasal 27 ayat 3 mengatur tentang bela negara, sedangkan Pasal 30 ayat 1 mengatur tentang pertahanan dan keamanan negara.
Bela negara merupakan tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang dilandasi kecintaan pada Tanah Air serta kesadaran berbangsa dan bernegara dalam menjaga kedaulatan NKRI dari berbagai ancaman. Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui:
a. Pendidikan kewarganegaraan. b. Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib. c. Pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara sukarela atau secara wajib. d. pengabdian sesuai dengan profesi.
Namun pada bela negara, seluruh warga negara berhak dan wajib ikut serta. Pada pertahanan negara, warga juga berhak dan wajib ikut serta. Namun sistem pertahanan negara ini kekuatan utamanya ialah TNI dan Polri kemudian rakyat sebagai pendukung. (OL-14)